MenciptakanSuwarsono, S.Pd., M.Pd.: Dedikasi Seumur Hidup untuk Literasi yang Berbuah Anugerah Sutasoma
Mojokerto- Di tengah hiruk-pikuk dunia digital yang kian menjauhkan generasi muda dari buku, sosok seorang guru seperti Suwarsono, S.Pd., M.Pd., bagai oase di tengah gurun. Bagi pria kelahiran 17 Mei 1969 ini, menjadi guru Bahasa Indonesia bukan sekadar tentang mengajarkan tata bahasa dan sastra. Lebih dari itu, ia meyakini bahwa peran seorang guru adalah “menciptakan kecerdasan yang menyelamatkan dan menyenangkan.” Sebuah filosofi yang ia wujudkan dalam setiap detik pengabdiannya.

Baca Juga : Dukungan Penuh Gus Bupati Untuk Kemandirian APIP Di Mojokerto
Prinsip mulia itulah yang akhirnya membawanya ke puncak apresiasi. Baru-baru ini, guru Bahasa Indonesia di SMPN 1 Puri, Mojokerto ini diganjar Penghargaan Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Jawa Timur dalam kategori Guru Berdedikasi. Anugerah Sutasoma sendiri adalah penghargaan prestisius yang diberikan kepada para pegiat bahasa dan sastra yang telah memberikan kontribusi nyata bagi kemajuannya.
Sebuah Penghargaan, Sejuta Makna
Dalam percakapan hangatnya, Suwarsono tidak menyembunyikan kegembiraan dan rasa syukurnya. “Saya bahagia sekali menerima Anugerah Sutasoma ini. Lebih dari sekadar piala atau piagam, bagi saya penghargaan ini adalah bentuk pengakuan terhadap esensi profesi guru dan juga pengakuan atas setiap karya sastra yang telah saya lahirkan dengan hati selama sepuluh tahun terakhir,” ujarnya dengan senyum yang merekah.
Namun, jalan menuju penghargaan ini bukanlah jalan yang instan. Penghargaan ini adalah buah dari komitmennya yang tak kenal lelah untuk menyebarkan virus literasi—bukan hanya kepada para siswanya, tetapi juga kepada rekan sejawat guru dan masyarakat luas.
Lebih dari Sekadar Mengajar: Sebuah Gerakan Literasi Nyata
Di ruang kelas, Suwarsono adalah sosok guru yang menghidupkan kata-kata. Ia percaya bahwa kelas harus menjadi taman yang nyaman tempat imajinasi dan logika bertumbuh. Namun, langkahnya tidak berhenti di balik pintu sekolah.
Di luar jam mengajar, ia adalah seorang penulis aktif yang produktif. Ia melahirkan karya fiksi secara tunggal, dan dengan rendah hati juga berkolaborasi dengan penulis lain dalam berbagai komunitas sastra. Baginya, menulis adalah napas dan keteladanan.
“Saya juga sering mengajak murid untuk merasakan kebanggaan menjadi seorang penulis dengan menerbitkan Buku Antologi bersama,” papar alumnus IKIP Malang dan Universitas Muhammadiyah Surabaya ini. “Selain itu, kami mengisi majalah sekolah secara online. Ini adalah cara kami untuk tetap menghidupkan semangat literasi di era yang serba digital ini, membuktikan bahwa tradisi baca-tulis dan teknologi bisa berjalan beriringan.”
Sebuah Janji untuk Terus Menginspirasi
Menciptakan Dengan penghargaan yang kini membanggakan itu, Suwarsono tidak lantas berpuas diri. Justru sebaliknya, ia melihatnya sebagai bahan bakar untuk berbuat lebih banyak. Di akhir sharing-nya, ia menyampaikan harapan yang mendalam untuk para pendidik, khususnya di bidang Bahasa Indonesia. “Harapan saya, teman-teman guru, utamanya guru Bahasa Indonesia, agar tidak ragu untuk memulai berkarya, menulis, dan menerbitkan. Sebuah tindakan nyata, sekecil apa pun, adalah bentuk keteladanan literasi yang paling powerful bagi murid kita.
Melalui dedikasi tanpa henti, Suwarsono tidak hanya mengajar bahasa; ia melestarikan peradaban. Ia membuktikan bahwa di tangan seorang guru yang penuh passion, sebuah buku bisa menjadi jendela dunia, dan sebuah pena bisa menjadi penerang masa depan.

 
 
 
     
     
   
											 





 
										 
										 
										