, ,

Narasi Panjang Kejayaan Teknologi Dan Seni Nusantara

oleh -120 Dilihat

Dari Belati Sederhana hingga Mahakarya Logam: Menelusuri Jejak Sejarah Panjang Keris Nusantara

Mojokerto- Dalam lemari kaca museum atau melekat di pinggang para pinisepuh, keris tak sekadar menjadi benda pusaka. Ia adalah sebuah narasi panjang tentang kejayaan teknologi, seni, dan budaya Nusantara yang bermula dari tempaan logam sederhana dan berevolusi menjadi simbol yang sarat makna. Perjalanan evolusi senjata tradisional ikonis Indonesia ini mencatat lompatan besar seiring dengan kemajuan teknologi pengecoran dan penempaan logam pada era Mataram Kuno.

Narasi Panjang Kejayaan Teknologi Dan Seni Nusantara
Narasi Panjang Kejayaan Teknologi Dan Seni Nusantara

Baca Juga : Penyandang Disabilitas Dalam Perencanaan Penanganan Bencana

Menurut Tommy Raditya Dahana, Pamong Budaya Pertama Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) XI, bukti sejarah menunjukkan bahwa senjata yang dapat dikenali sebagai “keris” telah ada sejak abad ke-9 Masehi. “Senjata keris paling tidak sudah ada sejak abad ke-9,” ujarnya, menegaskan akar sejarahnya yang dalam.

Prasasti Rukam: Jejak Tertua Sang “Kris”

Salah satu bukti otentik tertua yang mengukuhkan keberadaan keris ditemukan dalam Prasasti Rukam yang berasal dari tahun 907 Masehi. Prasasti ini, yang menguraikan daftar barang persajian untuk upacara penetapan sima (tanah perdikan), memuat sebuah kalimat kuno: “Wsi wsi prakara wadun rimwas patuk patuk lukai tampilan linggis tatah wakyul kris gulumi kurumbhagi pamajha kampit dom.”

Kalimat tersebut merupakan sebuah “katalog” peralatan besi pada masanya, yang jika diterjemahkan berarti: Segala macam benda yang terbuat dari besi (yaitu) kapak, kapak perimbas, beliung, sabit, tampilan, linggis, tatah, parang, keris, tobak, pisau, pamajha, kampit, jarum. Penyebutan kata “kris” dalam daftar ini membuktikan bahwa ia telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan ritual masyarakat Nusantara lebih dari seribu tahun yang lalu.

Asal-usul Nama: Dari Bunyi “Kres” hingga Kata “Keris”

Menariknya, Tommy menjelaskan bahwa nama “keris” sendiri kemungkinan besar lahir dari dunia onomatope—kata yang terbentuk dari tiruan bunyi. “Etimologi itu muncul karena pada awalnya keris dianggap sebagai sebuah benda teknomis, benda yang punya fungsi praktis sebagai senjata,” paparnya. Bayangkan ketika bilah tajam ini digunakan untuk menusuk atau mengiris, maka akan terdengar suara “kres”. Bunyi inilah yang diduga kuat menjadi cikal bakal penamaannya, yang kemudian berevolusi menjadi “keris” seperti yang kita kenal sekarang.

Evolusi Bentuk: Dari Belati Tikam ke Simbol Budaya

Prototipe dari keris sendiri adalah belati tikam sederhana yang telah dikenal masyarakat Nusantara jauh sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk. Awalnya, fungsi utamanya murnie praktis: sebagai senjata tikam dan iris.

Namun, revolusi terjadi ketika teknologi pengecoran dan penempaan logam memasuki masa keemasannya. Pembuatan keris pun mengalami apa yang disebut Tommy sebagai “perumitan”. Ia tidak lagi sekadar bilah besi yang tajam. Proses pembuatannya menjadi lebih kompleks, melibatkan estetika, filosofi, dan rekayasa yang tinggi. Sebilah keris mulai dirancang dengan memperhatikan aspek ergonomis (kenyamanan genggam) dan estetika (keindahan bentuk).

Transisi penting dari belati menjadi keris dengan identitas budayanya yang khas ini diperkirakan terjadi pada masa awal Dinasti Mataram Kuno di Jawa Tengah. Di sinilah, fungsi keris mulai melampaui dunia fisik.

Penyebaran dan Keragaman: Warisan Keemasan Majapahit

Narasi Tradisi perkerisan yang telah dirumitkan di Mataram Kuno kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh dinasti-dinasti penerusnya. Puncak persebaran dan popularitas keris terjadi pada era Kemaharajaan Majapahit. Bersama dengan ekspansi pengaruh Majapahit, keris menyebar ke hampir seluruh penjuru Kepulauan Nusantara.

“Persebaran keris lalu diiringi dengan stilasi (pengayaan) lokal yang berbeda di setiap daerah,” beber Tommy. Gejala inilah yang melahirkan konsep “tangguh” dalam dunia perkerisan. Setiap daerah dan setiap zaman mengembangkan gayanya sendiri-sendiri. Gaya pembuatan keris dari era Majapahit tentu berbeda dengan era Demak atau Mataram Islam. Begitu pula, keris dari Jawa memiliki karakter yang berbeda dengan keris dari Bali, Sumatra, atau Sulawesi.

Simbol-simbol dengan makna khusus, ukiran yang rumit (pamor), dan bentuk bilah (dapur) yang beragam sengaja ditambahkan untuk menyampaikan pesan, harapan, dan status sosial pemiliknya. Dari sebuah alat praktis, keris akhirnya bertransformasi menjadi mahakarya logam yang menyimpan jiwa zaman, mencerminkan kekayaan budaya, dan menjadi kebanggaan Nusantara yang abadi.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.